Wednesday, April 24, 2013

Seks pranikah di kalangan remaja makin meningkat

 Seks pranikah di kalangan remaja makin meningkat.
 Seks pranikah di kalangan remaja makin meningkat

Seks pranikah di kalangan remaja makin meningkat. Keingintahuan remaja yang besar, perkembangan teknologi informasi, kurangnya komunikasi dalam keluarga, dan semakin tak pedulinya masyarakat membuat perilaku itu semakin meluas. Ancaman penyebaran berbagai penyakit kelamin dan rendahnya kualitas generasi mendatang mengadang.

”Masyarakat semakin permisif terhadap perilaku remaja,” kata Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta yang juga peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Budi Wahyuni, saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (18/2).

Di sekitar kita banyak anak muda berpacaran di pinggir jalan dan tempat-tempat gelap tanpa malu-malu. Masyarakat umumnya cuek dengan perilaku remaja itu selama tidak merugikan mereka.

Hal senada diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Sugiri Syarief di Jakarta, Minggu. Kurang hangatnya komunikasi dalam keluarga membuat remaja mencoba mendapatkannya pada teman-teman sebaya.

Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia 2002-2003 menyebutkan, remaja yang mengaku memiliki teman yang pernah berhubungan seksual sebelum menikah pada usia 14-19 tahun mencapai 34,7 persen untuk perempuan dan 30,9 persen untuk laki-laki. Mereka yang berumur 20-24 tahun yang pernah melakukan hal serupa ada 48,6 persen untuk perempuan dan 46,5 persen untuk laki-laki.

Hal serupa didapat dari data Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008. Dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar diperoleh hasil, 97 persen remaja pernah menonton film porno serta 93,7 persen pernah melakukan ciuman, meraba kemaluan, ataupun melakukan seks oral. Sebanyak 62,7 persen remaja SMP tidak perawan dan 21,2 persen remaja mengaku pernah aborsi. Perilaku seks bebas pada remaja terjadi di kota dan desa pada tingkat ekonomi kaya dan miskin.

Pendidikan seks

Untuk mengatasi persoalan itu, sejumlah kalangan mengusulkan adanya pendidikan seks bagi remaja sejak 1980-an. Namun, hingga kini pendidikan ini sulit diterapkan karena seks dianggap tabu dan pendidikan seks justru dianggap mendorong remaja melakukan seks bebas.

”Remaja sebenarnya sudah matang secara seksual sejak mereka menstruasi ataupun mimpi basah. Namun, dalam hubungan seksual, mereka masih dianggap anak kecil,” kata Budi.

Pendidikan seks, menurut Budi, tidak untuk mendorong remaja melakukan seks bebas, tetapi mengajarkan mereka untuk bertanggung jawab. Bagi mereka yang belum pernah melakukan hubungan seksual, pendidikan ini akan memberikan keyakinan kepada remaja untuk percaya diri mengatakan tidak pada seks pranikah. Sementara bagi yang tidak bisa mengendalikan diri, diharapkan tidak menyebarkan penyakit kepada yang lain.

”Pendidikan kesehatan reproduksi penting agar remaja paham,” kata Sugiri.

Sugiri menyatakan, seks pranikah harus dikendalikan karena berisiko besar bagi pengelolaan kependudukan Indonesia. Seks pranikah akan mendorong melonjaknya pertambahan penduduk. Ketidaksiapan orangtua mendidik anak akibat kehamilan yang tak dikehendaki juga akan memicu rendahnya kualitas generasi Indonesia.

Sumber:

No comments:

Post a Comment